INSPIRASI NUSANTARA – Mangrara Banua menjadi salah satu bukti bahwa kearifan lokal Sulsel terus hidup dan diwariskan di tengah arus modernisasi. Ritual sakral masyarakat adat Tana Toraja ini bukan sekadar penyucian rumah adat (Tongkonan), tetapi juga simbol penghormatan kepada leluhur serta wujud gotong royong yang mengakar kuat dalam budaya setempat.
Setiap tanggal 13 Maret di peringati sebagai Hari Masyarakat Adat yang dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu bentuk kearifan lokal Sulsel yang masih bertahan hingga kini adalah Mangrara Banua, sebuah upacara sakral yang mencerminkan kesucian dan penghormatan terhadap leluhur dalam budaya Tana Toraja.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa kearifan lokal Sulsel terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Mangrara Banua, atau yang dikenal sebagai ritual penyucian rumah adat (Tongkonan), merupakan bagian dari kearifan lokal Sulsel yang berakar pada ajaran Aluk Todolo.
Dilansir dari ResearchGate, Mangrara Banua atau biasa disebut dengan mensucikan rumah adat dengan darah hewan adalah salah satu upacara adat yang rutin dilakukan oleh masyarakat Tana Toraja pada saat meresmikan rumah (Tongkonan) sebelum ditinggali.
Upacara ini dilakukan sebelum sebuah Tongkonan dapat resmi dihuni, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan demi kesejahteraan para penghuninya. Kepercayaan ini menjadi salah satu nilai penting dalam kearifan lokal Sulsel yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Tana Toraja.
Prosesi Sakral Dalam Kearifan Lokal Sulsel Mangrara Banua
Upacara Mangrara Banua diawali dengan sambutan oleh pemuka adat, yang kemudian dilanjutkan dengan tarian tradisional khas Toraja. Tarian ini diiringi dengan tabuhan gendang yang menciptakan suasana sakral dan penuh khidmat.
Musik dan gerakan tarian yang indah ini merupakan bagian dari kearifan lokal Sulsel yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin memahami budaya Tana Toraja lebih dalam. Salah satu bagian utama dalam prosesi ini adalah penyembelihan hewan kurban, seperti babi atau kerbau, yang menjadi bagian dari kearifan lokal Sulsel dalam kehidupan sosial masyarakat adat.
Darah hewan yang dikorbankan dipercaya dapat menyucikan Tongkonan serta membawa keberkahan bagi penghuninya. Selain sebagai ritual sakral, kegiatan ini juga menjadi ajang berkumpulnya masyarakat, baik dari dalam maupun luar daerah, serta menarik perhatian wisatawan yang ingin menyaksikan langsung kearifan lokal Sulsel.
Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Kearifan Lokal Sulsel
Mangrara Banua bukan hanya sekadar ritual adat, tetapi juga menjadi simbol gotong royong dalam kehidupan masyarakat Toraja. Bentuk partisipasi dalam upacara ini sangat beragam, mulai dari kontribusi finansial, tenaga, hingga keterlibatan sosial dalam pelaksanaannya.
Gotong royong yang kuat ini adalah wujud dari kearifan lokal Sulsel yang terus dijaga oleh masyarakat adat Tana Toraja. Masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi lebih biasanya menyumbangkan dana atau hewan kurban, sementara yang lain berpartisipasi dalam penyelenggaraan acara, seperti mempersiapkan perlengkapan ritual, menyiapkan makanan, hingga ikut serta dalam prosesi penyembelihan hewan.
Warisan Kearifan Lokal Sulsel yang Harus Dijaga
Keberadaan Mangrara Banua menjadi bukti bahwa masyarakat Tana Toraja masih sangat menjunjung tinggi warisan leluhur. Ajaran Aluk Todolo yang menjadi dasar kepercayaan mereka mengajarkan bahwa keseimbangan hidup harus tetap dijaga, baik dengan sesama manusia maupun dengan roh leluhur.
Pelestarian tradisi ini merupakan bentuk nyata dari kearifan lokal Sulsel yang tetap bertahan meskipun zaman terus berubah. Dalam era modernisasi yang terus berkembang, menjaga kearifan lokal Sulsel seperti Mangrara Banua menjadi tantangan tersendiri.
Oleh karena itu, kesadaran kolektif masyarakat untuk tetap melestarikan tradisi ini sangat diperlukan agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak pudar oleh zaman. Kearifan lokal Sulsel ini harus terus diwariskan agar generasi muda tetap menghargai dan memahami akar budaya mereka.
Memperingati Hari Masyarakat Adat pada 13 Maret ini menjadi momen penting untuk kembali mengapresiasi dan melestarikan tradisi lokal yang kaya akan filosofi kehidupan.Mangrara Banua bukan sekadar ritual adat, tetapi juga sebuah identitas yang memperkuat eksistensi kearifan lokal Sulsel di tengah arus globalisasi. (*/IN)
Sumber:
Marsuki, N. R., Ismail, L., & Mukramin, S. (2019). Upacara Mangrara Banua Tongkonan dalam Makna Sosial Masyarakat Tana Toraja. Universitas Muhammadiyah Makassar. Diakses dari ResearchGate