back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
29.7 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kampus Hijau di Makassar: Retorika atau Aksi Nyata?

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id – Di bawah rimbun pepohonan kampus UIN Alauddin Makassar, Nur Islamiah duduk di pelataran taman sambil mengamati lalu-lalang mahasiswa. Udara terasa sejuk, dedaunan bergoyang...
BerandaPemerintahanMisteri Mundurnya 1.967 CPNS: Salah Formasi dan Masalah Jarak

Misteri Mundurnya 1.967 CPNS: Salah Formasi dan Masalah Jarak

IN, MAKASSAR – Sebanyak 1.967 calon pegawai negeri sipil (CPNS) dilaporkan mengundurkan diri. Angka itu sempat mencuri perhatian publik.

Kabar ini menimbulkan berbagai spekulasi, mulai dari tekanan kerja hingga ketidaksesuaian formasi. Namun, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, punya versi yang berbeda.

Baca juga: SSCASN Jadi Gerbang Awal CPNS 2025, Pemerintah Ingatkan Jangan Terjebak Informasi Palsu

“Sebetulnya, mereka tidak lulus pada formasi yang dilamar,” ujar Zudan saat meninjau pelaksanaan ujian seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kampus Universitas Islam Makassar (UIM) beberapa waktu lalu.

Ia hadir bersama Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman dan Wakil Gubernur Fatmawati Rusdi.

Menurut Zudan, ke-1.967 peserta itu bukan benar-benar mengundurkan diri dalam arti konvensional.

Mereka adalah peserta yang diberi kesempatan mengisi formasi lain karena formasi awal yang mereka lamar telah penuh. Namun banyak dari mereka menolak tawaran tersebut.

“Ketika tempatnya jauh, mereka memilih mundur. Jadi bukan mengundurkan diri karena beban kerja atau hal lain. Mereka tidak menerima penempatan baru itu,” jelas Zudan.

Keputusan ini membuka celah bagi proses optimalisasi. Sistem rekrutmen CPNS memungkinkan peserta dengan peringkat di bawahnya naik menggantikan posisi kosong.

Zudan menyebut proses ini sudah berjalan dan diserahkan ke masing-masing instansi teknis.

“Kita berharap dengan optimalisasi ini tidak lagi ada kekosongan formasi. Semua sudah kita serahkan untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Fenomena penolakan formasi baru ini bukan kali pertama terjadi. Dalam proses rekrutmen CPNS beberapa tahun terakhir, banyak peserta memilih formasi populer di kota besar, tanpa mempertimbangkan alternatif penempatan yang lebih terpencil.

Ketika realita formasi alternatif menempatkan mereka di daerah terluar atau terpencil, sebagian memilih mundur.

Di sisi lain, proses rekrutmen ASN tahun ini masih terus berjalan. Zudan memastikan bahwa pengangkatan resmi CPNS akan dimulai per 1 Juni 2025, dengan batas waktu penyerahan dokumen akhir hingga 30 Juni.

“PPPK juga jalan terus. TMT-nya untuk tahap pertama tetap 1 Oktober 2025, termasuk tahap kedua nanti,” katanya.

Namun, pertanyaan kritis tetap menggantung: mengapa sistem formasi ASN masih menghadapi tantangan klasik seperti ketidaksesuaian lokasi, lemahnya sosialisasi, dan kurangnya insentif untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar)?

Cenderung Sentralistik 

Beberapa pengamat kebijakan publik menilai bahwa sistem rekrutmen nasional masih cenderung sentralistik dan tidak cukup responsif terhadap preferensi serta profil pelamar.

Pemerintah memang telah menjanjikan berbagai insentif bagi ASN di daerah terpencil. Tapi pada praktiknya, gap antara janji dan implementasi masih lebar.

Banyak yang mundur karena tak kuat dengan beban biaya hidup di daerah tanpa dukungan yang memadai.

Di tengah gegap gempita seleksi ASN yang menjanjikan masa depan cerah dan stabil, kisah 1.967 orang ini mengingatkan bahwa birokrasi bukan hanya soal angka, tetapi juga soal manusia—dan pilihan hidup yang tak selalu bisa dikompromikan.