Budaya  

Monumen 40.000 Jiwa: Mengenang Tragedi Kelam di Sulawesi Selatan

Monumen 40.000 Jiwa: Mengenang Tragedi Kelam di Sulawesi Selatan
MONUMEN 40.000 JIWA. Mengenang Tragedi Kelam di Sulawesi Selatan. (foto:ig/@wisatamakassar)

INSPIRASI NUSANTARA–Sulawesi Selatan memiliki luka sejarah yang mendalam. Monumen Korban 40.000 Jiwa bukan hanya simbol perjuangan, tetapi juga pengingat akan pengorbanan ribuan jiwa yang mempertahankan kemerdekaa.

Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi saksi bisu salah satu sejarah kelam Indonesia pasca kemerdekaan. Tragedi pembantaian yang dilakukan pasukan Belanda di bawah komando Raymond Pierre Paul Westerling pada 1946-1947 menyisakan luka mendalam bagi bangsa Indonesia.

Peristiwa ini, yang menewaskan sekitar 40.000 jiwa, kini dikenang melalui Monumen Korban 40.000 Jiwa di Makassar. Pembantaian Westerling merupakan operasi militer yang dilancarkan Belanda dalam upaya merebut kembali kekuasaan di Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Pasukan Depot Speciale Troepen (DST) menggunakan metode brutal, termasuk penggeledahan rumah, pengumpulan warga, hingga eksekusi di tempat tanpa pengadilan.

Peristiwa ini berlangsung dari Desember 1946 hingga Februari 1947 di berbagai wilayah Sulawesi Selatan, seperti Makassar, Polobangkeng, Gowa, hingga Mandar. Ribuan warga sipil menjadi korban, banyak di antaranya tak bersalah namun dituduh sebagai pemberontak.

Monumen Korban 40.000 Jiwa di Sulawesi Selatan didirikan untuk menghormati para korban yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Monumen ini menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan sekaligus pengingat pentingnya menghargai kemerdekaan yang diraih dengan perjuangan dan pengorbanan besar.

Setiap tanggal 11 Desember, warga Sulawesi Selatan memperingati Hari Korban 40.000 Jiwa. Peringatan ini mengajak generasi muda untuk mengenang sejarah perjuangan bangsa dan memahami nilai-nilai kemerdekaan serta Hak Asasi Manusia (HAM).

Monumen Korban 40.000 Jiwa bukan hanya pengingat atas peristiwa tragis, tetapi juga bukti betapa mahalnya harga kemerdekaan. Generasi saat ini diharapkan menjadikan monumen ini sebagai pelajaran sejarah dan inspirasi untuk terus menjaga persatuan dan kemerdekaan Indonesia. (fit/in)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *