MAKASSAR, Inspirasinusantara.id — Pemerintah Kota Makassar berencana membebaskan iuran retribusi sampah bagi warga miskin dan miskin ekstrem. Program ini mendapat dukungan DPRD Kota Makassar yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil.
Program ini akan menyasar rumah tangga tidak mampu yang teridentifikasi melalui daya listrik rumah, mulai dari 450 VA, 900 VA, hingga R1/2200 VA. Namun, pelaksanaan program masih menunggu pengesahan Peraturan Wali Kota (Perwali) yang kini sedang diproses di Biro Hukum Pemprov Sulsel.
Baca juga: WALHI Ingatkan Risiko Lingkungan dari Kebijakan Iuran Sampah Gratis di Makassar
Anggota DPRD Kota Makassar, Muchlis Misbah, menyebut program ini sebagai terobosan progresif yang belum pernah diwacanakan sebelumnya. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sekadar janji politik, melainkan program konkret yang layak didorong bersama.
“Selama ini belum ada program seperti ini. Bahkan di masa pemerintahan sebelumnya, tidak pernah terdengar wacana penggratisan retribusi sampah. Ini langkah maju yang harus kita dorong bersama,” ujar Muchlis, Kamis (12/6/2025).
Baca juga: Jejak Sampah di Balik Secangkir Kopi di Kota Makassar
Pemkot Makassar di bawah kepemimpinan Munafri Arifuddin–Aliyah Mustika Ilham disebut serius menyusun dasar hukum program ini. Masyarakat diminta tetap membayar iuran hingga Perwali resmi diterbitkan sebagai dasar hukum pelaksanaan.
“Kalau ada yang bilang ini hanya janji manis atau akal-akalan, itu keliru. Faktanya, Pemkot serius menyusun Perwali agar program ini segera berjalan,” jelas Muchlis, politisi Hanura dari Fraksi Mulia.
Muchlis menilai kebijakan ini tepat sasaran karena hanya diperuntukkan bagi warga miskin, bukan untuk seluruh lapisan masyarakat. Ia menolak wacana penggratisan bagi pelaku usaha atau pemilik toko dan rumah makan.
“Tidak masuk akal kalau toko, rumah makan, dan pelaku usaha juga digratiskan. Fokusnya adalah pada warga yang benar-benar membutuhkan. Ini kebijakan bijaksana,” ungkapnya.
Ia berharap proses pengesahan Perwali bisa dipercepat agar warga yang berhak segera menerima manfaatnya. Ia menekankan pentingnya akurasi dalam pelaksanaan agar tidak mengurangi kualitas pengelolaan sampah di lapangan.
“Sekarang Perwali-nya sedang berproses oleh Pemkot. Harapan kita, setelah resmi diterbitkan, program ini langsung bisa dinikmati warga yang berhak,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Lingkungan dari Universitas Hasanuddin, Irwan Ridwan Rahim, mengingatkan perlunya kejelasan dalam kriteria penerima manfaat. Ia menekankan pentingnya data jumlah penerima, skema subsidi silang, dan pengawasan ketat dalam pelaksanaan program.
“Yang harus diantisipasi adalah bagaimana mendefinisikan masyarakat yang masuk golongan gratis iuran sampah, berapa jumlah kelompok tersebut, dan bagaimana konsep subsidi silang yang akan diterapkan,” ujar Irwan yang juga Kepala Laboratorium Riset Sanitasi dan Persampahan Unhas.
Irwan menilai perlu ada kontrol dan insentif agar program tidak disalahgunakan dan justru mendorong perilaku positif pengelolaan sampah. Ia menyarankan agar warga penerima manfaat diwajibkan memilah sampah untuk mendapatkan fasilitas gratis ini.
“Masyarakat miskin boleh saja gratis, tetapi mereka wajib memilah sampah minimal dua kelompok, organik dan anorganik. Jika tidak dilakukan, kebijakan ini sebaiknya dicabut,” tegasnya.
Ia juga membandingkan sistem pengelolaan sampah di negara maju seperti Jepang dan Korea yang menerapkan konsep “Pay As You Throw”.
Menurutnya, sistem ini mendidik masyarakat untuk lebih bertanggung jawab atas jumlah sampah yang mereka hasilkan.
“Mereka membeli kantong khusus untuk membuang sampah. Semakin banyak sampah, semakin banyak kantong yang dibutuhkan. Ini bisa jadi inspirasi jangka panjang,” tutupnya. (Andi/IN)