back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
29.8 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kampus Hijau di Makassar: Retorika atau Aksi Nyata?

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id – Di bawah rimbun pepohonan kampus UIN Alauddin Makassar, Nur Islamiah duduk di pelataran taman sambil mengamati lalu-lalang mahasiswa. Udara terasa sejuk, dedaunan bergoyang...
BerandaEksklusifWALHI Ingatkan Risiko Lingkungan dari Kebijakan Iuran Sampah Gratis di Makassar

WALHI Ingatkan Risiko Lingkungan dari Kebijakan Iuran Sampah Gratis di Makassar

IN, Makassar — Kebijakan iuran sampah gratis yang digagas Pemerintah Kota Makassar menuai sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan.

WALHI menilai kebijakan ini dapat memperburuk kondisi lingkungan dan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) jika tidak disertai sistem kontrol dan edukasi yang memadai.

Langkah Populis

Kepala Divisi Transisi Energi dan Pangan WALHI Sulsel, Fadli mengatakan kebijakan ini berpotensi menjadi langkah populis yang hanya menyelesaikan masalah di permukaan.

“Kalau semua sampah rumah tangga diangkut tanpa pengelolaan 3R (reduce, reuse, recycle), itu hanya memindahkan sampah dari rumah ke TPA Antang, bukan menyelesaikan masalah lingkungan,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa pembiayaan 100% dari APBD bisa mengganggu prioritas anggaran lain, seperti perbaikan armada pengangkut atau pembangunan fasilitas daur ulang.

Baca juga: Buruh Bangunan di Makassar Tak Paham Program Perlindungan Pekerja Rentan

“Ketika fokus APBD teralihkan, program penting lainnya bisa terabaikan. Harusnya ada subsidi silang dari pelaku usaha besar untuk meringankan beban warga miskin,” tambah Fadli.

WALHI menyebutkan bahwa pendekatan “gratis” dalam pengelolaan sampah tanpa syarat tanggung jawab bisa menurunkan kesadaran warga terhadap pentingnya pengelolaan sampah mandiri.

“Ketika warga merasa tak perlu bayar, mereka juga bisa merasa tak punya tanggung jawab. Sampah bisa tercampur dan akhirnya tidak layak daur ulang,” jelasnya.

Fadli juga mempertanyakan apakah kebijakan ini melemahkan edukasi dan komitmen masyarakat terhadap pelestarian lingkungan.

Memilah Sampah

Ia menyarankan agar Pemkot mengaitkan insentif gratis dengan kewajiban memilah sampah, khususnya di tingkat rumah tangga.

“Ibu rumah tangga perlu jadi target edukasi, karena mereka paling berperan dalam pengelolaan sampah domestik,” katanya.

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional, Mengejar Ketertinggalan di Ujung Negeri

Dalam konteks darurat sampah yang dihadapi Makassar, WALHI menilai bahwa kebijakan ini belum menjawab akar masalah.

“Saat ini saja Makassar sudah darurat sampah. Kalau hanya gratis tanpa kontrol dan edukasi, krisis bisa makin parah,” ucap Fadli.

Ia juga menyinggung pengalaman WALHI saat dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan. Menurutnya, keterlibatan itu bersifat formalitas dan tidak memberi ruang pada partisipasi substansial.

“Kami pernah diundang ke pertemuan Dinas Lingkungan Hidup, tapi hanya untuk menyetujui rencana tanpa diberi kesempatan bicara,” tegasnya.

WALHI menolak penggunaan insinerator sebagai solusi pengelolaan sampah di kota ini.

Mereka menilai pendekatan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan peta jalan pengelolaan sampah nasional yang melarang pembakaran.

“Pemerintah seharusnya membaca dan memahami peta jalan itu, bukan malah mengalokasikan anggaran untuk insinerator dan motor listrik pengangkut sampah,” kata Fadli.

Pengamat lingkungan dari Universitas Hasanuddin, Irwan Ridwan, juga mengingatkan agar kebijakan ini tidak disalahartikan.

“Setahu saya, iuran sampah gratis hanya untuk masyarakat miskin. Konsep subsidi silang bisa diterapkan, di mana masyarakat mampu dan industri membayar lebih,” ujar Irwan.

Ia mencontohkan sistem di Jepang dan Korea Selatan yang menerapkan prinsip Pay As You Throw atau “bayar sesuai jumlah sampah yang dibuang.”

Menurutnya, ini bisa mendidik masyarakat agar bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan.

Irwan menambahkan, jika Pemkot Makassar tetap menerapkan iuran sampah gratis, maka perlu ada kontrol ketat dan sanksi.

“Misalnya, warga miskin tetap bisa gratis, tapi harus memilah sampah minimal dua kategori. Jika tidak dilakukan, hak atas fasilitas gratis bisa dicabut,” paparnya.

Dengan latar belakang persoalan sampah yang makin kompleks, WALHI meminta Pemkot untuk memprioritaskan edukasi, daur ulang, dan partisipasi publik.

“Sampah bukan hanya urusan pengangkutan, tapi soal pola produksi dan konsumsi. Pemerintah harus belajar soal ekonomi sirkular,” pungkas Fadli. (mg1/IN)