IN, MAKASSAR – Pejabat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin ungkap defisit anggaran Rp1,5 triliun di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov).
Bahtiar menjelaskan, defisit anggaran pada masa jabatan Mantan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman (ASS) diakibatkan perencanaan APBD yang keliru selama bertahun-tahun.
“”Hari ini saya harus terbuka ke semua pimpinan dan anggota DPRD yang ada, kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin nahkoda, kapal Sulsel sudah tenggelam,” ujarnya saat menghadiri rapat paripurna di DPRD Sulsel, Rabu (11/10).
Adanya kekeliruan yang terjadi saat melakukan penganggaran lanjut Bahtiar membuat perencanaan program tidak sesuai dengan kekuatan anggaran. Sehingga ini berdampak pada penganggaran tahun selanjutnya.
” Program lama itu perencanaan di langit, uangnya tidak ada. Defisit itu tidak sesuai apa yang diomongin. Misalnya tulis APBD Rp 10,1 (triliun) defisit Rp 1,5 artinya aslinya uangmu hanya Rp8,5 triliun, itu berarti 1,5, tidak ada duitnya,” ungkap Bahtiar.
Defisit ini salah satunya disebabkan utang Dana Bagi Hasil (DBH) ke kabupaten/kota sebesar Rp 850 miliar yang belum tersalurkan. Di mana utang DBH ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2022.
“DBH yang haknya untuk kabupaten kota, yang porsi terbesarnya di situ. Maka caranya menyelamatkan kabupaten ini, hentikan semua program. (OPD Pemprov) tidak usah belanja lagi, kenapa kita mau belanja (sementara) masih ada utang,” jelasnya.
Defisit anggaran ini juga menuai keprihatinan Wakil Ketua DPRD Sulsel, Muzayyin Arif. Dia menganggap, defisit Rp1,5 triliun menandakan kegagalan pemimpin sebelumnya untuk mensejahterakan rakyat.
“Ada yang sempat mengemuka ketika pimpinan DPRD menyatakan kita punya utang. Namun kemudian itu coba dibantah (Pemprov), tapi ini menjadi kenyataan yang diungkapkan sendiri oleh pemerintah provinsi,” kata Muzayyin, Kamis, (12/10/2023).
Menurut dia, defisit tersebut merupakan beban dari kepemimpinan masa lalu. Hanya saja Muzayyin enggan berspekulasi lebih jauh mengenai penggunaan anggaran DBH untuk keperluan bersifat fiktif.
“Saya belum tahu, yang jelas ada utang begitu besar yang ditanggung pemerintah provinsi. Itu sampai sekarang menjadi PR (pekerjaan rumah) besar dilakukan penyesuaian perbaikan,” ucapnya.
Namun Muzayyin meyakini di bawah kepemimpinan Bahtiar mampu menyelesaikan persoalan tersebut.
Mengingat kapasitas Bahtiar telah teruji sekaligus pejabat eselon 1 di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga ia berharap tata kelola APBD Perubahan 2023 dan APBD Pokok 2024 harus lebih baik dari sebelumnya.
“Disitulah sebetulnya kapasitas leader ini teruji, bagaimana agar beban itu bisa tertangani dan program tetap terus berjalan. Karena kalau tidak, tidak ada pembangunan dan masyarakat dirugikan. Pasti defisit, ini Masyarakat dirugikan karena utang DBH tidak dibayarkan ke daerah. Kalau itu tidak dibayarkan ke daerah berarti tidak melakukan pembangunan sebagimana mestinya,” tukasnya.