INSPIRASI NUSANTARA–Penetapan awal Ramadhan 1446 Hijriah di Indonesia berpotensi berbeda antara pemerintah dan Muhammadiyah. Perbedaan ini dipicu oleh faktor astronomi, di mana ketinggian hilal pada 28 Februari 2025 masih berada di batas minimal yang ditetapkan.
Perbedaan penetapan awal Ramadhan 1446 Hijriah kembali berpeluang terjadi di Indonesia. Penyebabnya, ketinggian hilal yang menjadi penentu awal bulan belum sepenuhnya memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah.
BACA JUGA: Muhammadiyah Mulai Puasa Ramadhan 1446 H 4 Hari Lagi, Pemerintah Tunggu Sidang Isbat
BACA JUGA: Libur Awal Puasa 2025 Dimulai Pekan Ini, Siswa Dapat Cuti Total 24 Hari
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaludin, memperkirakan 1 Ramadhan 1446 H akan jatuh pada 2 Maret 2025. Perkiraan ini berbeda dengan keputusan Muhammadiyah yang lebih dahulu menetapkan awal puasa pada 1 Maret 2025.
Menurut Thomas, saat Matahari terbenam pada 28 Februari 2025, posisi Bulan di beberapa wilayah Indonesia masih cukup rendah. Di Banda Aceh, hilal diperkirakan berada di ketinggian 4,5 derajat dengan elongasi 6,4 derajat, sementara di Surabaya mencapai 3,7 derajat dengan elongasi 5,8 derajat.
Meski sudah sedikit melampaui kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), posisi hilal yang rendah dan dekat dengan Matahari membuatnya sulit diamati.
“Karena itu, kemungkinan rukyat hilal akan mengalami kendala, sehingga awal Ramadhan bisa jatuh pada 2 Maret 2025,” ujar Thomas melalui kanal YouTube miliknya, Senin (24/2). Meski begitu, ia menegaskan bahwa penentuan resmi tetap menunggu hasil Sidang Isbat yang digelar pemerintah.
Sidang Isbat Jadi Penentu
Kementerian Agama (Kemenag) dijadwalkan menggelar Sidang Isbat pada 28 Februari 2025 untuk menetapkan awal Ramadhan 1446 H. Menteri Agama Nasaruddin Umar akan memimpin sidang yang menggabungkan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan langsung).
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menjelaskan bahwa berdasarkan data hisab, ijtimak (konjungsi Bulan dan Matahari) terjadi pada 28 Februari 2025 pukul 07.44 WIB. Pada saat Matahari terbenam, hilal di seluruh Indonesia diperkirakan berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 3° 5,91′ hingga 4° 40,96° dan elongasi 4° 47,03′ hingga 6° 24,14°.
“Secara astronomi, ada indikasi kuat bahwa hilal akan terlihat. Namun, keputusan akhirnya kita tunggu berdasarkan hasil Sidang Isbat yang akan diumumkan oleh Menteri Agama,” kata Arsad, dikutip dari laman resmi Kemenag.
Pemantauan hilal akan dilakukan di berbagai titik di Indonesia untuk mengonfirmasi hasil perhitungan astronomi. Hasil rukyat ini nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam Sidang Isbat.
Tantangan Pengamatan Hilal
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga mencatat bahwa ketinggian hilal pada 28 Februari 2025 di Indonesia berkisar antara 3,02 derajat di Merauke hingga 4,69 derajat di Sabang. Sementara itu, elongasi hilal bervariasi antara 4,78 derajat di Waris, Papua, hingga 6,4 derajat di Banda Aceh.
Selain faktor ketinggian, BMKG mengingatkan adanya objek astronomis lain yang berpotensi mengganggu pengamatan hilal, seperti planet Venus, Merkurius, atau bintang terang seperti Sirius. “Pada 28 Februari 2025, sejak Matahari terbenam hingga Bulan terbenam, terdapat Saturnus dan Merkurius yang berjarak kurang dari 10 derajat dari Bulan,” tulis BMKG dalam keterangannya.
Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan pada 1 Maret
Di sisi lain, Muhammadiyah telah lebih dulu menetapkan awal Ramadhan 1446 H pada Sabtu, 1 Maret 2025, berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Penetapan ini juga menentukan bahwa 1 Syawal 1446 H atau Idulfitri akan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.
Keputusan ini dituangkan dalam Maklumat PP Muhammadiyah tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1446 H. Sekretaris PP Muhammadiyah, Sayuti, dalam konferensi persnya pada Rabu (12/2), menegaskan bahwa metode hisab yang digunakan Muhammadiyah memungkinkan penetapan awal bulan jauh sebelum rukyat dilakukan.
Perbedaan penetapan awal Ramadhan bukan hal baru di Indonesia. Perbedaan metode antara hisab dan rukyat kerap menghasilkan tanggal yang berbeda, namun hal ini tetap dihormati sebagai bagian dari keberagaman dalam Islam. Umat Muslim di Indonesia diimbau untuk menunggu hasil Sidang Isbat sebagai acuan resmi pemerintah dalam menetapkan awal puasa. (fit/in)