IN, MAKASSAR— Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali menunjukkan peran strategisnya dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan kekayaan hasil bumi seperti jagung, sagu, ubi kayu, dan talas, Sulsel semakin mendapat sorotan sebagai solusi di tengah ancaman krisis pangan global.
Salah satu program prioritas pemerintah adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bertujuan memperkenalkan variasi makanan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA) untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Akmal Novrian Syahruddin, S.KM., M.Kes., dosen gizi Universitas Tamalatea Makassar, diversifikasi pangan juga menjadi cara strategis untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal.
“Contohnya sagu, yang menjadi bahan pangan khas di wilayah Luwu. Kuliner seperti Kapurung berbahan dasar sagu adalah bentuk diversifikasi pangan lokal yang bisa menggantikan beras,” jelasnya, Senin (27/01/2025).
Akmal menjelaskan bahwa sagu memiliki kandungan gizi yang baik. Selain kaya karbohidrat, sagu juga mengandung serat, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah kecil. Beberapa literatur bahkan menyebutkan bahwa konsumsi sagu dapat membantu mengontrol kadar gula darah.
Lebih dari itu, sagu memiliki potensi ekonomi besar karena dapat diolah menjadi berbagai produk seperti kue, kerupuk, hingga bahan dasar lainnya. “Dengan mengembangkan produk olahan berbasis sagu, kita tidak hanya mendukung ketahanan pangan, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi daerah,” tambahnya.
Pemanfaatan pangan lokal tidak hanya penting untuk diversifikasi pangan, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam pencegahan stunting dan perbaikan gizi masyarakat. Stunting, yang terjadi akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
“Peningkatan asupan gizi, khususnya bagi ibu hamil dan anak, dapat dilakukan dengan memanfaatkan pangan lokal yang kaya zat gizi,” kata Akmal.
Beragam program telah dilakukan untuk mendukung ini, seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbasis pangan lokal kepada balita gizi buruk.
Ada pula Program DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting) yang digagas BKKBN, melibatkan kader di daerah untuk mengolah makanan berbasis pangan lokal. Program ini memastikan ibu hamil dan balita mendapatkan asupan gizi yang cukup melalui bahan pangan yang mudah didapat dan terjangkau.
Langkah diversifikasi pangan dan pemanfaatan pangan lokal tidak hanya membantu mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Sulsel, dengan kekayaan alamnya, memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor dalam ketahanan pangan berbasis lokal.
“Mari kita manfaatkan dan dukung pangan lokal sebagai bagian dari solusi bagi ketahanan pangan nasional dan pencegahan stunting,” tutup Akmal.
Dengan komitmen semua pihak, Sulawesi Selatan mampu menjadi contoh bagaimana pangan lokal dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat Indonesia. (*/IN)
Penulis: Priskawati Pakila’