INSPIRASI NUSANTARA– Anak-anak di Tana Toa, Kajang sudah mandiri sejak dini. Mereka telah berpenghasilan, bahkan sejak usia sekolah menengah.
Exploring Restorative Justice Techniques to Build Resilience and Address Climate Change Harms in Indonesia : South Sulawesi Research Fieldwork Report 2024 melaporkan bahwa anak-anak di komunitas adat Kajang diajarkan mandiri sejak dini akibat tingginya angka pernikahan anak di wilayah tersebut. Kepala Desa Tana Toa, Zulkarnain Said, menjelaskan bahwa diperkirakan sekitar 40 persen pernikahan usia dini berisiko berujung pada perceraian.
“Di desa kami, khususnya di komunitas adat Kajang, anak-anak diajarkan untuk mandiri sejak dini. Bahkan di usia sekolah menengah, baik laki-laki maupun perempuan sudah bisa bekerja,” ujar Zulkarnain, dikutip dari laporan yang diterbitkan oleh AIDRAN, berkerja sama dengan Knowledge Pertnership Platform Australia-Indonesia (KONEKSI) dan Australian Catholic University (ACU) beserta Universitas Brawijaya Indonesia.
Kemandirian tersebut dianggap sebagai syarat untuk menikah. Karena itu, anak-anak di Kajang terkadang menikah di usia yang sangat muda, dengan usia terendah tercatat sekitar 11 tahun, baik di wilayah Kajang dalam maupun luar.
Walaupun terdapat tradisi pernikahan yang diatur oleh keluarga, saat ini praktik tersebut semakin jarang terjadi di kalangan masyarakat Kajang. Pengaruh media sosial dan perubahan gaya hidup di kalangan anak-anak juga menyebabkan kontrol sosial menjadi lebih sulit.
Meski mereka bersekolah, banyak yang memutuskan berhenti dan menikah muda. Dalam tradisi Kajang, laki-laki akan tinggal di rumah pihak perempuan sampai mereka mandiri dan mampu membangun rumah sendiri. Sebagian besar orang tua mengizinkan anak mereka menikah setelah mereka menyampaikan niatnya. (fit/in)
