INSPIRASI NUSANTARA–Kearifan lokal Sulsel tercermin kuat di Desa Allaere, Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros, melalui tradisi turun-temurun yang dikenal sebagai Dengka Ase Lolo. Tradisi tahunan ini bukan sekadar seremoni panen padi, melainkan wujud syukur kolektif masyarakat atas hasil bumi yang melimpah.
Kearifan lokal sulsel Dengka Ase Lolo dilaksanakan setelah seluruh padi warga selesai dipanen. Di Dusun Biringkaloro, tradisi ini dipusatkan di dua lokasi penting rumah Ketua Adat (Pinatia) dan Sanggar Budaya yang menjadi ruang pertemuan spiritual dan budaya bagi masyarakat setempat.
Kearifan lokal Sulsel ini tercermin dari perlengkapan tradisional yang digunakan, assung sebagai wadah padi dan alu, alat kayu penumbuk padi. Kaum pria menggunakan alu khas bernama Simambung Appa’dekko, sedangkan perempuan tampil dengan Baju Bodo, busana adat khas Makassar yang menjadi simbol keanggunan dan identitas lokal.
Dilansir dari Buku Ragam Budaya Lokal karya Dr. Syamhari, M.Pd, tujuh gadis muda yang belum menikah menjadi tokoh utama dalam prosesi penumbukan. Mereka tampil anggun dengan Baju Bodo hijau sambil menumbuk padi muda di lesung.
“Irama tumbukan mereka menciptakan musik tradisi yang khas tergantung pada pola tumbukan: satu-satu, selang-seling, atau berpasangan. Nada yang keluar dari lesung bukan sekadar bunyi, tetapi mencerminkan kekompakan, rasa, dan estetika dalam kerja bersama”.
Baca juga : Kearifan Lokal Ma’kondai, Cara Perempuan Toraja Rawat Postur Tubuh
Kearifan lokal Sulsel dalam Tradisi Dengka Ase Lolo
Lebih dari sekadar ritual, Dengka Ase Lolo menjadi momen silaturahmi. Warga yang merantau biasanya pulang kampung demi menyaksikan atau terlibat langsung dalam prosesi ini. Puncak kemeriahan terjadi usai salat Isya, ketika gadis-gadis penumbuk tampil dalam balutan busana terbaik, menunjukkan keahlian mereka di hadapan masyarakat yang berkumpul.
Kearifan lokal Sulsel dalam Dengka Ase Lolo juga tampak dari rangkaian praktik pertanian yang menyertai masa panen, antara lain:
1. A’passulu pa’jeko – permulaan membajak sawah sebagai persiapan benih.
2. Ammela’ Lessoro’ – menabur benih padi yang telah direndam.
3. Ammu’bu’ bine – mencabut bibit yang telah tumbuh dua minggu.
4. Appakarammula annanang – menanam bibit di lahan baru.
5. Angngalle ulu ase / a’katto – memetik padi pertama sebagai tanda awal panen.
6. Akkai’ – memotong batang padi yang siap panen.
Setiap tahap menunjukkan pengetahuan lokal yang diwariskan secara oral dan praktik langsung, memperkuat hubungan antara manusia, tanah, dan Sang Pencipta.
Dengka Ase Lolo adalah bukti hidup bahwa kearifan lokal Sulsel bukan hanya soal tradisi lama, tetapi juga sistem nilai yang menghidupkan harmoni sosial dan keberlanjutan budaya. Tradisi ini layak menjadi inspirasi di tengah modernisasi yang sering menggerus akar kebudayaan lokal. (*/IN)
SUMBER : Buku Ragam Budaya Lokal, oleh Dr. Syamhari, M.Pd, dkk.