back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
29.8 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kampus Hijau di Makassar: Retorika atau Aksi Nyata?

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id – Di bawah rimbun pepohonan kampus UIN Alauddin Makassar, Nur Islamiah duduk di pelataran taman sambil mengamati lalu-lalang mahasiswa. Udara terasa sejuk, dedaunan bergoyang...
BerandaBudayaKharisma Baju Adat Laki-laki Sulawesi Selatan

Kharisma Baju Adat Laki-laki Sulawesi Selatan

INSPIRASI NUSANTARA — Di tengah derasnya arus globalisasi, baju adat laki-laki Sulawesi Selatan tetap menjadi simbol kepercayaan diri, wibawa, dan jati diri lokal. Tidak hanya sekadar warisan budaya, pakaian adat ini kini memiliki nilai fungsional dan filosofis yang relevan dengan perkembangan zaman.

Dalam buku Manusia Bugis karya Christian Pelras, disebutkan bahwa pakaian laki-laki Bugis dan Makassar bukan semata-mata pelindung tubuh, tetapi bagian dari sistem sosial yang sarat makna. “Pakaian tradisional orang Bugis, khususnya yang dikenakan oleh kaum laki-laki, secara simbolis mencerminkan posisi sosial serta nilai-nilai etis seperti kesopanan dan harga diri,” tulis Pelras (2006: 334).

Kharisma Baju Adat Laki-laki Sulawesi Selatan 

Baju adat laki-laki Sulawesi Selatan, terutama yang dikenakan oleh masyarakat Bugis dan Makassar, terdiri dari beberapa komponen yang memiliki makna mendalam. Salah satu elemen utama adalah jas tutu’, sebuah jas formal yang modelnya mirip dengan beskap, berwarna gelap, dan sering digunakan oleh bangsawan atau pemimpin adat. Jas ini dipadukan dengan lipa’ sabbe,  sarung sutra Bugis dengan motif khas yang dililitkan di pinggang. Selain itu, penutup kepala berupa passapu atau songkok recca’ juga menjadi bagian penting, yang menandakan status sosial dan kebangsawanan.

BACA JUGA: 5 Model Baju Bodo Modern Kembali Populer di Sulsel
Tak jarang, keris menjadi pelengkap pakaian adat laki-laki Bugis, yang diselipkan di pinggang sebagai simbol kehormatan dan keberanian. Seperti yang diungkapkan oleh Christian Pelras dalam bukunya, “Keris bukan hanya alat pertahanan diri, tetapi juga simbol moralitas dan kedudukan sosial dalam masyarakat Bugis” (Pelras, 2006: 335). Oleh karena itu, pakaian adat ini bukan hanya simbol status, tetapi juga mencerminkan karakter dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis dan Makassar.

Pakaian adat ini membawa banyak manfaat, baik secara sosial, budaya, maupun psikologis. Menurut Dr. Nurkhalisah, Dosen Antropologi Universitas Negeri Makassar, pakaian adat laki-laki Sulawesi Selatan mengajarkan nilai kesopanan dan menghormati leluhur. “Busana adat ini mengajarkan kesopanan dan menunjukkan status tanpa perlu berlebihan. Ini penting untuk generasi muda agar tidak kehilangan akar budaya dan tetap dapat menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah ada,” ujarnya dikutip dari berbagai sumber.

Selain itu, dalam masyarakat Bugis-Makassar, pakaian adat ini memiliki fungsi sosial yang sangat kuat. Dalam acara adat seperti pernikahan, pelantikan, atau bahkan upacara adat lainnya, seorang laki-laki yang mengenakan pakaian adat akan lebih dihormati dan dihargai. Hal ini karena pakaian adat menjadi penanda bahwa individu tersebut mengakui dan menghormati tradisi serta nilai-nilai yang ada dalam komunitas.

Modernisasi Baju Adat Laki-laki Sulawesi Selatan 

Menurut Rafly Akbar, pegiat fashion etnik asal Soppeng, baju adat laki-laki Sulawesi Selatan kini semakin relevan di dunia modern. “Laki-laki yang memakai baju adat terlihat tegas, rapi, dan punya nilai budaya yang kuat. Ini menjadi identitas visual yang tidak bisa didapatkan dari pakaian modern biasa. Di dunia fashion, kita bisa mengadaptasi motif-motif tradisional ini menjadi busana kasual yang tetap modern,” katanya. Rafly menambahkan bahwa inovasi dalam desain pakaian adat dapat membuatnya lebih mudah diterima oleh generasi muda tanpa mengurangi nilai-nilai yang ada.

Pelras juga mengungkapkan pentingnya pakaian adat dalam menjaga hubungan sosial dalam masyarakat Bugis. “Dalam upacara adat, seorang lelaki tidak hanya hadir sebagai individu, tetapi mewakili keluarganya. Penampilannya adalah bagian dari kehormatan kolektif,” tulis Pelras dalam Manusia Bugis (2006: 335). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran pakaian adat dalam menjaga kehormatan tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi komunitasnya.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan turut mendorong pelestarian pakaian adat dengan menetapkan Hari Baju Adat Lokal setiap hari Kamis. Menurut data dari Dinas Kebudayaan Sulsel (2024), penggunaan busana adat di instansi pemerintahan dan sektor pendidikan meningkat sebesar 40% dalam dua tahun terakhir. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya lokal.

“Pakaian adat bukan hanya untuk nostalgia. Ia punya nilai fungsi dalam konteks modern—baik sebagai ekspresi diri, simbol status, maupun alat promosi budaya lokal,” ujar Nurkhalisah.

Dari panggung adat hingga ranah kontemporer, baju adat laki-laki Sulawesi Selatan membuktikan bahwa budaya tidak hanya bisa dilestarikan, tetapi juga dihidupi. Di balik lipatan lipa’ sabbe dan tegaknya jas tutu’, tersimpan pesan tentang karakter, nilai, dan warisan yang tetap hidup dari masa ke masa. (*/IN)