INSPIRASI NUSANTARA–Kearifan lokal Sulawesi Selatan menyimpan beragam tradisi yang tak hanya unik, tetapi juga sarat makna. Mulai dari budaya sopan santun Tabe’, ritual syukur Akkudu’-kudu’, hingga penghormatan terhadap leluhur melalui Ma’nene, semua menjadi bukti bahwa di tengah modernitas, nilai-nilai luhur tetap hidup dan berkembang.
Kearifan lokal Sulawesi Selatan bukan hanya mewarnai bentang budaya setempat, tetapi juga menjadi ruh yang menghidupkan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Melalui adat istiadat, sistem pertanian tradisional, hingga tata hubungan sosial yang harmonis, warisan ini terus dijaga dan diwariskan turun-temurun.
“Sulawesi Selatan, dengan keragaman budaya, adat, dan seni dari tiap daerahnya, layak menjadi bagian penting dalam percaturan budaya nasional. Seni di Sulsel bahkan disebut sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian, bukan hanya karena aspek estetisnya, tetapi juga karena kontribusinya terhadap kehidupan sosial dan psikologis masyarakat”. Dikutip dari laman resmi DJKN Kemenkeu.
Kearifan lokal Sulawesi Selatan tidak sekadar menjadi simbol budaya, melainkan juga menjadi panduan untuk beradaptasi dengan dinamika zaman. Nilai-nilai luhur yang mengakar dalam tradisi mereka tetap relevan untuk membangun kehidupan yang berkelanjutan di tengah perubahan dunia.
Semua ini menunjukkan, apresiasi dan interpretasi masyarakat terhadap seni dan budaya lokal menjadi faktor kunci dalam menjaga kelangsungannya. Dilansir dari laman resmi DJKN Kemenkeu berikut beberapa kearifan lokal Sulawesi Selatan yang patut dikenal lebih dekat:
1. Budaya Tabe’
Budaya Tabe’ menjadi lambang sopan santun masyarakat Bugis-Makassar. Ucapan tabe’, yang diiringi gerakan menundukkan badan atau menangkupkan tangan di dada, menjadi wujud penghormatan dan kerendahan hati dalam berinteraksi sehari-hari.
Baca juga : Gen Z dan Kearifan Lokal: Menjaga Tradisi di Era Modern
2. Appalili
Appalili adalah ritual permohonan kepada Sang Pencipta menjelang musim tanam padi. Selain memohon perlindungan dari hama dan bencana, tradisi ini juga menjadi ajang mempererat solidaritas antarwarga dan memperkokoh rasa syukur bersama.
3. A’rate’
Setiap bulan Rabiul Awal, masyarakat melaksanakan A’rate’, pembacaan kitab Barzanji sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Ritual ini memperkaya nilai spiritual dan mempererat hubungan sosial antarwarga.
4. Accera Kalompoang
Di Gowa, Accera Kalompoang menjadi momen sakral untuk membersihkan pusaka kerajaan seperti keris dan perlengkapan kebesaran lainnya. Upacara ini diadakan saat Idul Adha sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan sejarah.
5. Ma’nene
Dari dataran tinggi Toraja, tradisi Ma’nene memperlihatkan betapa eratnya hubungan antara masyarakat dengan leluhur. Dalam ritual ini, keluarga membersihkan dan mengganti pakaian jenazah leluhur sebagai wujud cinta, rasa hormat, dan syukur.
Baca juga : Tradisi Keagamaan di Toraja: Harmoni Budaya dan Religi
6. Masoppo Bola
Masoppo Bola adalah tradisi gotong-royong memindahkan rumah kayu di Bone. Usai salat Jumat, warga berkumpul, makan bersama, lalu memindahkan rumah secara kolektif—sebuah perwujudan nyata kekuatan solidaritas sosial.
7. Akkudu’-kudu’
Setelah musim panen berakhir, masyarakat merayakan Akkudu’-kudu’. Tradisi ini sebagai bentuk ungkapan syukur atas hasil bumi dan menjadi ajang mempererat tali silaturahmi di tengah komunitas.
Kearifan lokal Sulawesi Selatan membuktikan bahwa nilai-nilai tradisional tidak lekang oleh waktu. Tradisi ini terus mengalir dalam nadi kehidupan masyarakat, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta menjaga semangat kebersamaan yang menjadi kekuatan sejati mereka. (*/IN)