IN, MAKASSAR – Dinasti politik modern kini muncul disejumlah pemberitaan usai Gibran Rakabuming Raka, Putra sulung Joko Widodo dikabarkan bakal diusung sebagai cawapres pada pemilu 2024 mendatang.
Menurut Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Andi Ali Armunanto, fenomena dinasti politik modern bukan hal yang baru. Jauh hari memang sudah ada.
Ini kan berkaitan dengan fenomena lahirnya penguasa baru dari yang berkuasa. Dan hal ini diprediksi sebagian orang akan terjadi pada pemilu 2024 nanti.
“Sistem ini bukan saja persoalan keluarga, tapi bisa saja siapa yang dapat mempresentasikan sosok dari penguasa saat ini, seperti di Makassar waktu 2013, Ilham memproyeksikan Danny, bukan persoalan Danny tapi Ilham nya,” kata Ali Armunanti kepada Inspirasinusantara.id, Selasa (17/10/2023).
Fenomena Gibran yang disarankan maju menjadi Cawapres lanjutnya, merupakan salah satu contoh dari dinasti politik modern.
“Sebenarnya ini adalah fenomena dinasti politik modern, Gibran bisa dibilang proksi ininya Jokowi, orang masih berharap Jokowi maju 3 periode, tapi hal itukan tidak mungkin, makanya proksi itu kemudian representatif yang paling cocok karena sosoknya dengan popularitas dan diharapkan. Dia bertarung sebagai bentuk Gibran, bukan Joko Widodo,” jelasnya
“Dinasti itu hal yang wajar, misalnya ada keluarga SBY yang berjuang di tingkat nasional, termasuk Megawati dan Puan Maharani, nah ini kok orang ribut, ini bukan hal yang umum, saya rasa itu hal yang wajar dalam politik,” katanya
Lebih lanjut, Dosen Universitas Hasanuddin ini menjelaskan konteks demokrasi dalam dinasti politik modern.
“Dalam konteks demokrasi, dinasti tidak dilihat kekuasaan, tapi dipilih sebagai prevalensi masyarakat, orang-orang yang memiliki popularitas tinggi, dan itu tidak harus anak, atau orang-orang yang bisa mempresentasikan dirinya untuk melanjutkan,” jelasnya.