Anak Sulit Bersabar? Pola Asuh Bisa Jadi Penyebabnya

Anak Sulit Bersabar? Pola Asuh Bisa Jadi Penyebabnya
ILUSTRASI. Anak Sulit Bersabar? Pola Asuh Bisa Jadi Penyebabnya. (foto:istimewa)

INSPIRASI NUSANTARA–Banyak orang tua di Indonesia menghadapi tantangan yang sama, yaitu anak-anak yang sulit menunggu. Anak-anak sering kali menunjukkan rasa tidak sabar dengan gelisah atau mengeluh.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa kesabaran anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh dan budaya tempat mereka dibesarkan.

Pengaruh Pola Asuh terhadap Kesabaran Anak

Dilansir dari Psychology Today, sebuah eksperimen klasik yang disebut Marshmallow Test menunjukkan tingkat kesabaran anak-anak. Tes tersebut dilakukan untum menguji kesabaran anak-anak dengan memberikan pilihan: mereka bisa langsung makan satu marshmallow atau menunggu untuk mendapatkan dua marshmallow.

Hasilnya, sebagian besar anak usia prasekolah memilih untuk tidak menunggu dan langsung memakan marshmallow pertama (Mischel & Ebbesen, 1970).

Namun, penelitian lintas budaya menemukan bahwa tidak semua anak di dunia mengalami kesulitan yang sama dalam menunggu. Studi yang membandingkan anak-anak di Jerman dan anak-anak dari suku Nso di Kamerun menunjukkan perbedaan mencolok.

Anak-anak Jerman, seperti di AS, sulit menunggu dan harus mengalihkan perhatian agar tidak tergoda. Sebaliknya, lebih dari 70 persen anak-anak Nso bisa menunggu dengan tenang, bahkan ada yang tertidur saat menunggu (Lamm et al., 2018).

Peneliti menduga perbedaan ini disebabkan oleh pola asuh. Anak-anak Nso dibiasakan untuk mengendalikan emosi sejak dini, sehingga lebih terbiasa bersabar.

Budaya Juga Berperan

Penelitian lain menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat juga memengaruhi kesabaran anak. Studi yang membandingkan anak-anak Jepang dan AS menemukan bahwa anak-anak Jepang lebih sabar saat menunggu makanan, tetapi kurang sabar saat menunggu membuka hadiah. Sebaliknya, anak-anak AS lebih mudah menunggu hadiah tetapi sulit menahan diri jika berkaitan dengan makanan (Yanaoka et al., 2022).

Di Jepang, anak-anak diajarkan untuk menunggu sebelum makan hingga semua orang siap. Di AS, anak-anak terbiasa menunggu waktu tertentu untuk membuka hadiah, seperti saat Natal atau ulang tahun.

Bagaimana dengan Anak-anak Indonesia?

Banyak tradisi di Indonesia sebenarnya mengajarkan kesabaran, seperti menunggu waktu berbuka puasa atau antre di tempat umum. Namun, gaya hidup serba instan saat ini membuat anak-anak semakin sulit bersabar.

Para ahli menyarankan agar orang tua membiasakan anak untuk menunggu dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menunda pemberian hadiah atau mengajarkan aturan antrean sejak dini.

Dengan latihan yang konsisten, anak-anak bisa belajar bahwa menunggu bukanlah hal yang sulit—dan sering kali menghasilkan sesuatu yang lebih baik. (*/IN)

Sumber:

Lamm, B., Keller, H., Teiser, J., Gudi, H., Yovsi, R. D., Freitag, C., Poloczek, S., Fassbender, I., Suhrke, J., Teubert, M., Vöhringer, I., Knopf, M., Schwarzer, G., & Lohaus, A. (2018). Waiting for the Second Treat: Developing Culture-Specific Modes of Self-Regulation. Child Development, 89(3), e261–e277.

Mischel, W., & Ebbesen, E. B. (1970). Attention in delay of gratification. Journal of Personality and Social Psychology, 16(2), 329–337.

Yanaoka, K., Michaelson, L. E., Guild, R. M., Dostart, G., Yonehiro, J., Saito, S., & Munakata, Y. (2022). Cultures Crossing: The Power of Habit in Delaying Gratification. Psychological Science, 33(7), 1172–1181.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *