INSPIRASI NUSANTARA – Pemblokiran TikTok yang direncanakan mulai 19 Januari 2025 di Amerika Serikat (AS) memunculkan kekhawatiran besar, terutama bagi para pebisnis online yang menggantungkan pendapatan mereka pada platform ini.
Larangan ini dapat mengakhiri akses pengguna baru dan pembaruan aplikasi untuk pengguna lama. Hal tersebut membuat banyak pelaku usaha harus memikirkan strategi baru untuk bertahan.
BACA JUGA: TikTok Terancam Diblokir di AS, Dianggap Bahayakan Keamanan Nasional
BACA JUGA: TikTok dan Instagram Kalah Saing, YouTube Tetap Dominasi Pilihan Media Sosial Gen Z
Ancaman pemblokiran ini terjadi setelah Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang yang melarang TikTok di AS kecuali jika ByteDance menjual kepemilikannya, dengan alasan kekhawatiran keamanan nasional.
TikTok: Motor Pertumbuhan Bisnis Kecil
Bagi banyak pengusaha, TikTok lebih dari sekadar platform media sosial. Dengan 170 juta pengguna aktif di AS, aplikasi ini menjadi sarana utama untuk memasarkan produk secara organik melalui video viral.
BACA JUGA: Menyuarakan Budaya Sulawesi Selatan di Dunia Digital Melalui TikTok
Nadya Okamoto, seorang pembuat konten dengan 4,1 juta pengikut, mengatakan bahwa TikTok telah membantu pertumbuhan bisnis produk menstruasinya, August. “Ini sangat menegangkan. Jika TikTok hilang, kami akan bertahan, tetapi dampaknya akan berat,” ujarnya, dikutip dari Reuters pada Selasa (7/1/12).
Selain itu, fitur e-commerce di TikTok, yaitu TikTom Shop belum memiliki pesaing langsung yang dapat menggantikan fungsinya. Fitur ini telah mengubah cara konsumen berbelanja, memberikan kemudahan sekaligus peluang besar bagi para pelaku usaha.
Ancaman Pemblokiran: Dampak pada Bisnis
Jika TikTok diblokir, pebisnis online menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya ialah hilangnya akses konsumen baru. Tanpa kemampuan untuk mendownload aplikasi, calon pelanggan baru tidak dapat bergabung di platform ini.
Selain itu, pembaruan fitur juga akan terhenti. Tanpa pembaruan aplikasi, fitur-fitur TikTok, termasuk TikTok Shop, akan mengalami degradasi performa, sehingga mengurangi efisiensi bisnis.
Dampak lainnya ialah peningkatan biaya pemasaran. Pebisnis yang sebelumnya mengandalkan konten organik gratis di TikTok harus beralih ke platform lain yang membutuhkan investasi lebih besar untuk mencapai jangkauan serupa.
Beberapa pelaku usaha bahkan mulai mempersiapkan diri dengan mengalihkan strategi pemasaran mereka ke platform seperti Instagram Reels, YouTube Shorts, atau Facebook Marketplace. Namun, mereka mengakui bahwa mencapai audiens dengan keterlibatan setinggi di TikTok akan sulit.
Strategi Bertahan Pebisnis Online
Menghadapi ancaman pemblokiran, beberapa pebisnis telah mengambil langkah untuk melindungi bisnis mereka:
1. Diversifikasi Platform: Banyak yang mulai aktif di platform media sosial lain untuk memastikan mereka tetap dapat menjangkau pelanggan.
2. Pemanfaatan VPN: Beberapa pengguna membagikan cara menggunakan VPN untuk tetap mengakses TikTok jika larangan benar-benar diberlakukan.
3. Kolaborasi dengan Influencer: Pebisnis memanfaatkan komunitas kreator konten untuk mempromosikan produk mereka di berbagai platform.
Okamoto menambahkan bahwa meskipun TikTok hilang, ia akan tetap fokus pada inovasi pemasaran. “Kami harus kreatif dan memanfaatkan platform lain, tetapi kehilangan TikTok adalah pukulan berat,” katanya.
Keberlanjutan Bisnis di Tengah Ketidakpastian
Ancaman pemblokiran TikTok menjadi pengingat penting bagi pelaku usaha online untuk tidak bergantung pada satu platform. Di tengah ketidakpastian, diversifikasi dan adaptasi menjadi kunci bertahan.
Meskipun tantangan besar menanti, para pebisnis berharap solusi hukum dapat ditemukan sebelum pemblokiran dilakukan. Hingga saat itu, mereka terus bersiap untuk segala kemungkinan, menjaga keberlanjutan bisnis mereka di era digital yang semakin kompetitif. (*/IN)