INSPIRASI NUSANTARA–Dua hidangan tradisional Indonesia, tinutuan dan paniki, baru-baru ini masuk dalam daftar makanan terburuk dunia versi TasteAtlas. Meski menuai kritik internasional, keduanya tetap menjadi simbol kekayaan budaya kuliner Nusantara yang sarat makna dan sejarah.
Dua hidangan tradisional khas Indonesia, tinutuan dan paniki, masuk dalam daftar 100 makanan dengan ulasan terburuk di dunia versi TasteAtlas. Informasi ini dirilis laman TasteAtlas pada Sabtu, 11 Januari 2025.
BACA JUGA: Menyambut Tahun Baru dengan Hidangan Khas Sulsel yang Memukau
BACA JUGA: Coto Makassar: dari Makanan Rakyat Jelata Hingga Jadi Sup Daging Terenak Dunia
Berdasarkan daftar tersebut, tinutuan, bubur khas Manado, menempati peringkat ke-16 dengan skor 2,3 dari 5, sementara paniki, hidangan sup kelelawar dari Sulawesi Utara, berada di posisi ke-36.
Tinutuan: Kaya Gizi, Tapi Tidak Disukai Global
Tinutuan, yang juga dikenal sebagai bubur Manado, merupakan hidangan berbasis bubur beras yang dipadukan dengan sayuran seperti bayam, labu, singkong, dan jagung. Hidangan ini kerap disajikan dengan ikan asin dan sambal.
TasteAtlas menjelaskan, “Bubur gurih ini awalnya adalah makanan vegetarian, tapi pada acara khusus, daging terkadang ditambahkan. Tinutuan biasanya disajikan untuk sarapan, dan masyarakat berbondong-bondong ke warung di pagi hari untuk menikmati sarapan bergizi ini.”
BACA JUGA: Coba Resep Sop Ubi Sulsel, Hidangan Unik yang Bikin Betah di Rumah
BACA JUGA: Resep Memasak Coto Makassar yang Lezat, Praktis, dan Menggugah Selera
Meski sehat dan bergizi, rasa dan tekstur tinutuan dianggap kurang sesuai dengan selera global, sehingga mendapatkan ulasan buruk di platform panduan kuliner tersebut.
Paniki: Hidangan Berbahan Kelelawar
Hidangan tradisional Sulawesi Utara lainnya, paniki, menggunakan kelelawar sebagai bahan utama. Kelelawar biasanya dimasak dalam bentuk sup dengan bumbu khas rempah Indonesia.
Namun, bahan utamanya yang tidak lazim menjadi faktor utama mengapa makanan ini mendapat ulasan buruk dari penikmat kuliner internasional. Meski begitu, di Sulawesi Utara, paniki tetap menjadi sajian yang digemari, terutama pada acara adat tertentu.
Meski mendapat ulasan negatif di tingkat global, makanan-makanan ini tetap menjadi bagian dari tradisi dan budaya kuliner lokal yang layak diapresiasi. (fit/in)